Seperti telah kita pelajari bersama bahwa Allah
menciptakan manusia terdiri laki-laki dan perempuan dengan segala perbedaan dan
persamaannya. Allah menciptakan manusia
untuk menjadi mahluk yang unik. Dalam
keunikannya manusia diciptakan dalam jenis laki-laki dan perempuan, bukan hanya
sekedar untuk meneruskan keturunannya.
Tetapi terutama untuk saling melengkapi dan saling menghormati.
Saling melengkapi artinya setiap
orang membutuhkan orang lain.
Perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuanlah yang menyebabkan
kita saling membutuhkan. Karena manusia
saling membutuhkan, maka manusia harus saling menghargai.
Lebih lanjut kita akan melihar
beberapa fase dalam hubungan antar manusia :
1. Persahabatan
Hubungan persahabatan yang baik
seharusnya ditandai dengan kepedulian yang tinggi. Pepatah mengatakan “A friend in need is a
friend indeed” artinya teman yang sejati adalah teman dalam kesusahan (Amsal 17:17 ). Contoh Alkitab “Ayub” semua meninggalkan
hanya tinggal sahabatnya Elifas, Bildad dan Zofar. Mereka itupun malah membuat Ayub menderita
dengan tuduhan-tuduhannya.
Persahabatan yang baik seharusnya
memungkinkan semua yang terlibat mampu mengatasi persoalannya sendiri,
mengembangkan bakat dan kepribadiannya sehingga berguna bagi orang banyak. Persahabatan jangan disamakan dengan
solidaritas yang sering diartikan negatif.
Batas-batas
persahabatan :
Ø Mengenal norma-norma dan batas-batas
Ø Menghargai kebebasan masing-masing
Ø Membutuhkan keterbukaan, tetapi hati hati
dengan keterbukaan John Powell menulis buku “Why I Am Afraid To Tell You Who I
Am, akalau aku membuka diriku, maka aku menjadi rentan. Akupun berharap engkaupun
menghargai kerentananku, karena hanya itulah yang aku miliki
Ø Ada sifat timbal balik.
Ø Amsal 13:20 ;
22:24 .
2. Berpacaran
Berpacaran adalah konsep masyarakat
modern. Di masa lampau perkawinan
biasanya diatur oleh pihak keluarga karena perkawinan bukan hanya masalah dua
pribadi, melainkan berdampak luas kepada keluarga dan keseluruhan masyarakat
sekitarnya.
Berpacaran dalam
iman Kristen, berpacaran adalah suatu proses di mana seorang laki-laki dan
perempuan menjajaki kemungkinan adanya kesepadanan antara mereka berdua dan
baru dapat dilanjutkan ke jenjang berikutnya.
Batas-batas
berpacaran :
Ø Keterbatasan pergaulan dalam diri mereka.
Ø Mempunyai kebebasan untuk berganti pikiran
Ø Adanya keterbukaan.
3. Pertunangan
(Pra nikah)
Adalah suatu masa yang lebih
mendalam daripada masa pacaran. Pada
masa ini pasangan biasanya sudah tiba pada tahap perencanaan yang lebih matang
untuk memasuki kehidupan berkeluarga.
Masa ini juga masa yang paling serius untuk menentukan apakah hubungan
itu dilanjutkan atau diakhiri. Karena
itu sebaiknya masa pertunangan diisi dengan pengenalan yang lebih mendalam (Kej
29:1-30 contoh bagaimana Yakub melamar Rahel).
Proses pemilihan
Proses
pemilihan pasangan hidup berarti penelusuran langkah-langkah kegiatan yang
ditempuh manusia untuk menentukan pasangan hidup yang sesuai dengan harapan.
A.
Pemilihan
terikat
1.
Pilihan adat,
dalam kehidupan suku, pemilihan pasangan hidup telah diatur oleh adat,
sehingga dapat dikatakan bahwa para muda-mudi tidak mempunyai hak pilih. Lembaga adat seperti ini memperkecil ruang
pilihan yang berarti pula mempersempit kesempatan untuk mendapatkan pilihan
yang cocok, yang merupakan prasyarat bagi bertumbuhkembangnya kualitas hidup
keluarga yang diharapkan.
2.
Pilihan orang ketiga, dalam hal ini adalah orang tua
sendiri. Ini biasanya salah satu
dorongan untuk mempertahankan kekayaan dan kedudukan sosial. Disini kasih yang banyak didambakan sebagai
dasar bagi ikatan perkawinan diremehkan.
B. Pilihan bebas
Segala
sesuatu berubah termasuk manusia. Perubahan
itu berproses baik secara alamiah maupun disengaja. Manusia dengan kemampuan cipta (pikir) rasa
dan karsa (kemauan) menjadi pusat dari perubahan itu.
Demikian
pula dibidang peradaban. Peranan tradisi
makin memudar karena manusia ingin bebas, bebas melakukan apa yang
dikehendakinya termasuk bebas memilih pasangan hidup. Pernyataan yang sering diungkapkan anak muda
adalah “sayalah yang akan menikah bukan bapak atau ibu”. Pada umumnya proses pemilihan pasangan hidup
mengikuti beberapa tahap :
1. Penginderaan, adalah satu proses pengamatan manusia
terhadap lingkungannya melalui alat-alat indera. Melalui panca indera kita memperoleh
persepsi/tanggapan. Sedangkan persepsi
dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman,cita-cita untuk masa depan serta
fantasi tentang hal-hal yang bakal terjadi.
Salah satu unsur kejiwaan yang
turut menentukan persepsi adalah naluri atau dorongan yang berpusat di bawah
ambang kesadaran manusia.
![]() |
Kesadaran
![]() |
Mengarahkan
![]() |
![]() |
Memilih calon Proses seleksi Menemukan pilihan
![]() |
|||
![]() |
|||
Menggerakkan
![]() |
Naluri
2. Ketertarikan, ini lebih berhubungan dengan penampilan. Karenanya ada ketertarikan naluriah yaitu
karena pertumbuhan alami dan lebih bersifat jasmani, misalnya rambut, wajah
yang manis, pinggang yang ramping, kulit yang halus, payudara yang montok
dsb. Serta ketertarikan rasional yaitu
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logis misalnya sikap, tingkat pendidikan,
agama, pekerjaan dan asal-usul.
3. Pendekatan, hasil
penginderaan bersama pilihan berdasarkan ketertarikan akan menjadi berarti bila
disusul dengan pendekatan. Tanpa
pendekatan penginderaan dan pilihan berdasarkan ketertarikan akan hilang atau
menjadi kenangan. Adapun tahap-tahap
pendekatan adalah :
a.
Kenalan, perkenalan adalah keadaan mengetahui seseorang
yang dapat diajak berdialog tanpa keakraban.
b.
Berteman, perkenalan yang diikuti dengan
pertemuan-pertemuan maka tingkat interaksi akan menjadi berteman. Teman adalah adalah orang yang biasanya
diharapkan kebersamaannya dalam kegiatan tertentu baik kelompok maupun pribadi.
c.
Persahabatan, dimana keduanya saling menceritakan
hal-hal yang bersifat pribadi, saling menolong dalam kegiatan masing-masing,
saling memperhatikan kepentingan pribadi masing-masing dan saling berbagi rasa.
d.
Kawan tetap, tahap ini didominasi oleh saling menyukai
yang kuat sekali hingga timbul kemesraan.
Kemesraan hanya dialami oleh pasangan yang saling jatuh cinta. Di sini kehadiran pasangan sangatlah
dirindukan, inginnya berduaan saja. Pada
saat ini dialog menjadi asyik dan nikmat.
e.
Pertunangan, sebenarnya pada tahap kawan tetap adalah
pertunangan informal, mereka berikrar bersama untuk memasuki ikatan
perkawinan. Ikrar inilah yang perlu
disampaikan kepada orang tua untuk mendapatkan persetujuan serta dibicarakan
tanggal pernikahannya.
4. Pernikahan
Kristen
Mengapa menikah ? karena tuntutan
masyarakat, agar dianggap lebih dewasa.
Pernikahan bukanlah
untuk menghasilkan keturunan (prokreasi) melainkan wadah untuk mengembangkan
kepribadian yang lebih utuh (Kej 2:24 ;
1 Kor 7:3-4)
Yoh 2:1-11 menulis
mujizat pertama yang dilakukan Yesus adalah pernikahan di Kana.
Mat 19:6, Markus
10:9 menulis apa yuang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.
Ø Aspek fisik, mencari jodoh jangan hanya
didasarkan pertimbangan-pertimbangan dari segi penampilan fisik.
Ø Aspek psikologis, cari yang dewasa secara
mental kejiwaan (psikologis)
Ø Aspek ekonomi, jangan menjadi beban (Lukas 14:28 -30)
Ø Aspek kemasyarakatan, pernikahan dicatat dan
diatur oleh hukum kemasyarakatan.
Refleksi Alkitabiah
Alkitab
mencatat tentang pemilihan pasangan hidup dalam Kejadian 24. Di sini dapat kita simpulkan ada beberapa
azas pemilihan pasangan hidup.
Ø
Azas kehendak Allah, azas ini hendaklah menjadi
azas yang paling utama. Kehendak Allah
hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang dekat dengan Allah. Tetapi Roma 3:10 berkata “semua manusia berdosa” dan dosa adalah
pelanggaran hukum Allah (1Yoh 3:4) karena itu tidak mungkin kita dapat mengerti
kehendak Allah. Satu-satunya jalan
adalah kita harus bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat . jika hubungan kita dengan Tuhan berkembang
indah, maka tidak usah bertanya-tanya kita selalu mendapat petunjuk atau ilham
untuk mengetahui dan memahami kehendak Allah dalam kehidupan kita. Kalau pemuda ditanya kenapa mau menikahi dia
alasannya pasti karena saling cinta.
Tetapi perhatikan Kej 24:7 & 67
Ø
Azas kesamaan wawasan hidup, wawasan hidup
adalah keseluruhan nilai-nilai kekristenan yang mengatur dan mengendalikan dan
mengarahkan kehidupan manusia.
Nilai-nilai ini terbentuk melalui pengetahuan tentang firman Allah, pengalaman. Karena itu untuk menjadi orang Kristen yang
baik, maka kita perlu memilih pelajaran dan pengalaman yang dapat memupuk
kehidupan kekristenan. Bila nilai-nilai
itu kuat, dia tidak akan pernah ditundukkan sebaliknya dia mampu menundukkan
orang lain.
Ø
Azas hubungan kekerabatan, yaitu hubungan antara
anak dan orang tua dan saudara (kakak beradik).
Pemilihan pasangan hidup hendaknya mendapatkan persetujuan dan restu
dari orang tua dan dukungan dari saudara-saudara.
Ø
Azas ketepatan waktu, dalam memilih pasangan
hidup tidak boleh tergesa-gesa. Perlu
disediakan ruang dan waktu untuk mendengar suara Tuhan.
Ø
Azas
moralitas, perkawinan adalah
rancangan Allah sendiri, karena itu kesuciannya haruslah dipelihara dan dijaga
jangan sampai ternoda oleh hubungan yang melampaui batas yang diperkenankan
oleh moral. Godaan yang menyimpang
hanyalah dapat ditundukkan dengan memperkuat nilai-nilai hidup kekristenan (Kej
24:16)
Ø
Azas kecantikan,
kita jujur pasti tertarik dengan kecantikan fisik karena manusia mahluk
artistic. Dalam azas ini kecantikan
lebih diartikan dari segi ketertarikan dan kecocokan. Memilih pasangan hidup tidaklah memilih tubuhnya melainkan pribadinya, pribadi yang
berkenan kepada Tuhan.
Ø
Azas upaya yang suci, Allah turut berperan dalam proses pemilihan
calon pasangan hidup,
5. Keluarga
Keluarga
adalah lembaga yang terkecil dalam masyarakat kita dan Alkitab menyoroti
keluarga sebagai suatu lembaga yang sangat penting, Bukan hanya itu Alkitab juga menuliskan bahwa
sebuah keluarga adalah rancangan Allah sendiri (Kej 1:27 -28). Bahkan Kejadian 2:21-24 lebih jelas
digambarkan bagaimana Allah memberkati sebuah keluarga, sehingga tidak
kebetulan bila Alkitab mencatat bahwa mujisat yang pertama kali dilakukan oleh
Tuhan Yesus adalah dalam pembentukan keluarga baru (Yohanes 2:1-11).
Perwujudan hubungan suami istri yang harmonis
Pada
umumnya perkataan “wanita” atau “perempuan” mengandung pengertian lemah, kurang
sungguh-sungguh dan emosional. Wanita
atau perempuan itu adalah mahluk yang lemah, karenanya banyak bergantung pada
pria. Dia adalah mahluk yang emosional
atau yang lebih banyak dikuasai oleh emosi, sehingga sejalah dengan emosinya
yang tidak tetap, sikapnya berubah-ubah dari waktu kewaktu. Itulah anggapan umum dari dunia yang berdosa.
Sehingga
tidak heran bila kemudian kaum pria menempatkan kaum wanita dalam kedudukan
yang setingkat lebih rendah.
Kecenderungan ini mengakibatkan timbul ungkapan “akh dia Cuma wanita”
atau “dasar wanita” ini terpancar dari sikap yang meremehkan.
Persepsi
yang menyimpang dapat terjadi pula ketika kita membaca frasa “penolong yang
sepadan” dalam Kej 2:18.
Padahal kata penolong mempunyai konotasi yang esensial,
yang hakekat, yang mutlak harus ada, karena tanpa penolong itu perkawinan atau
keluarga itu tidak mungkin terbentuk.
Bandingkan kata penolong disini dengan Kel 18:4, maz 46:2 atau Kisra 26:22-23. Penolong disini bukanlah sampingan yang kurang
berarti dan dapat ditiadakan. Tanpa
penolong Musa tidak dapat menyelamatkan diri dari pedang Firaun, tanpa penolong
Daud tidak akan mampu melepaskan diri dari kungkungan kesesakan dan tanpa
penolong Paulus tidak dapat menyelamatkan diri dari berbagai aniaya yang harus
dilalui.
Penolong
sebagai pasangan hidup yaitu istri tidaklah berarti ia melebihi atau mengatasi
suami. Karena itulah kenapa Allah
membentuk perempuan itu untuk menjadi istri yang disebut sebagai penolong yang
sepadan, penolong yang tidak lebih rendah atau lebih tinggi daripada suaminya.
Kesederajatan
itu dilambangkan pula oleh bahan baku
untuk membentuk perempuan, yaitu “rusuk” dari suaminya.
Perempuan dibentuk
Tidak dari tulang kaki
Untuk diinjak-injak pria
Tidak dari tulang kepala
Untuk menguasai pria
Tetapi
Dari tulang rusuk
Yang dekat di hati
Untuk dirangkul dan dikasihi.
Pemahaman
tentang kesederajatan hubungan antara suami dan istri adalah dasar yang sangat
kuat untuk mengembangkan kehidupan yang bertanggung jawab. Tidak ada istilah wanita hanya untuk
melahirkan anak, tugasnya hanya di dapur apalagi wanita hanyalah pemuas nafsu
seks pria.
Dalam
hubungan perkawinan kata “tunduklah dan kasihilah” menjadi kata yang pokok
(Efesus 5:22 -23). Hubungan
suami dan istri dianalogikan dengan hubungan antara Kristus dan jemaat
(24). Istri tunduk kepada suami seperti
kepada Tuhan. Demikian juga suami
mengasihi istri sebagaimana Kristus mengasihi jemaat (25).
Bila ada masalah ingat Mazmur 37:5.
Ditinjau dari segi istri.
Hubungan
suami istri yang harmonis sangat bergantung kepada pengertian kedudukan suami
dan istri menurut Alkitab, dan bagaimana baik suami maupun istri menempatkan
diri sesuai dengan pengertian itu.
Kedudukan
suami dan istri Kristen diungkapkan dalam firman Tuhan , “Rendahkanlah dirimu
seorang kepada yang lain di dalam takut akan Kristus. Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti
kepada Tuhan, karena suami adalah kepala istri sama seperti Kristus adalah
kepala jemaat. Hai suami, kasihilah
istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan
diri-Nya baginya.” (Efesus 5:21-23, 25).
Titik tolak ungkapan firman Tuhan adalah kesediaan suami dan istri untuk
merendahkan diri di hadapan Kristus.
Sama seperti ketaatan istri kepada suami diukur dengan ketaatan Kristus
kepada Bapa-Nya, demikian sang suami dalam kasihnya kepada istri diukur dengan
kasih Kristus kepada jemaat-Nya. Kalau
kedudukan suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai penolong suami dan
ibu rumah tangga dapat diwujudkan tanpa suami menjadi dictator dan istri
menjadi pemberontak.
Dengan pengertian ini sumbangan sang istri kepada
perwujudan hubungan suami-istri yang harmonis adalah :
Ø
Penolong dan pelengkap suami, sebagai penolong dan pelengkap suami, sang
istri belajar memberi nasihat dengan cara yang tepat, waktu yang tepat dan
sikap yang tepat. Oleh sebab itu menjadi
tugas seorang istri untuk mempelajari suaminya agar menemukan bagaimana ia
dapat melayani kebutuhan-kebutuhan itu secara optimal (Amsal 31:10 – 31).
Ø
Penghibur dan penguat suami, sang istri belajar dari Penghibur Agung,
ialah Roh Kudus. Tugas seorang istri
berdekatan dengan tugas Roh Kudus yang dalam salah satu aspek pelayanan-Nya
menghibur, menolong dan menguatkan orang-orang percaya (Yoh 14:16 ; 15:26 ). Oleh sebab itu cara Tuhan menghibur nabi Elia
yang putus asa dapat menjadi contoh bagi istri untuk menghibur suaminya (1 Raja-Raja
19:4-7). Dalam hal ini istri haruslah
berbesar hati bila pelayanan yang dilakukannya dianggap sepi-sepi saja oleh
suami, karena kadang-kadang suami yang depresi menjadikan dia tidak tahu berterima kasih.
Ø
Penerima dan pendamping suami, sebagai penerima dan pendamping suaminya sang
istri belajar menerima dan menghargai watak suami yang berbeda, sama seperti
Kristus telah menerima kita untuk kemuliaan Allah (Roma 15:7). Ucapan “Andaikata saya tahu begini ….” Sangat
tidak menolong upaya mencapai keharmonisan rumah tangga. Peran istri sebagai teman dan pendamping
suami juga digarisbawahi firman Tuhan (Maleakhi 2:14 ).
Ø
Penghormat dan pemuji suami, sang istri belajar memberi penghargaan,
pujian dan hormat kepada suaminya (Efesus 5:33 ). Kebutuhan
eksistensial seorang laki-laki adalah pujian dan penghargaan, bukan supaya ia
enjadi sombong, melainkan supaya kelaki-lakiannya berkembang (Efesus 5:33 ). Mungkin Tuhan tidak menemukan sesuatu yang
positif dalam diri kita, tetapi Tuhan tetap menghargai jiwa kita, hingga Ia
mati di salib untuk kita. Kita perlu
mengikuti jejak-Nya. Jangan pertahankan
“gengsi” tetapi kembangkan budaya berterima kasih, menghargai dan memuji.
Ø
Penurut dan pendukung suami, sebagai penurut suaminya, sang istri belajar
menaklukkan diri kepada suami seperti kepada Tuhan. Alkitab menempatkan istri di bawah paying
perlindungan suami dan juga di bawah kepemimpinan dan kasih suaminya. Kepala istri adalah suami. Namun Alkitab langsung menambahkan bahwa
kepala suami adalah Kristus dan kepala Kristus adalah Allah (1 Kor 11:3). Istri tunduk pada suami (Efesus 5:22 ) kadang sudah dianggap kuno,
tetapi banyak masalah pernikahan masa kini yang berakhir perceraian yang
berakar dari sini. Bagaimana dengan
istri yang mempunyai suami yang belum bertobat ? Firman Tuhan menggariskan istri yang percaya
tunduk kepada suami (1 Petrus 3:1-2).
Ø
Pencinta suami,
sebagai pencinta suami, sang istri belajar menyediakan waktu, suasana
dan keadaan lahiriah yang baik untuk mencurahkan cinta kasihnya dalam kemesraan
hubungan suami istri.
Ø
Pembimbing rohani suami, dalam keadaan yang luar
biasa istri belajar memenangkan suaminya yang tidak rohani dengan kelakuan yang
diuraikan dalam 1 Petrus 3:1 – 2. Dalam
pernikahan kadang suami tidak berfungsi sebagai imam bagi keluarganya. Kalau sang istri menggantikan status
tersebut, dia harus bertindak dengan hikmat dan rendah hati.khususnya sama
sekali tidak bijaksana kalau ia menjadi pengkotbah kepada suaminya atau
mengajak dan mendorong suaminya supaya
bertobat. Menurut Petrus sikap dan
pembawaan diri dalam hidup sehari-hari sewaktu-waktu dapat ditambah dengan
kesaksian mulut akan memenangkan suaminya (1 Petrus 3:4). Aktivitas rohani sang istri tidak boleh
melalaikan tugasnya sebagai istri dan ibu.
Ditinjau dari segi sang suami.
Suami
adalah kepala istri, ia memimpin rumah tangga.
Tetapi firman Tuhan menambahkan, ia juga harus mengasihi istri (Efesus 6:23 , 25). Maka sebagai kepala ia memimpin dan
mengasihi. Kalau sang suami memimpin
tanpa mengasihi, keluarga akan menderita dan hancur karena suami memimpin
secara diktatoris. Sebaliknya kalau
suami mengasihi tanpa memimpin, keluarga juga menderita karena kekosongan
kepemimpinan kepala keluarga akan menjadikan istri dan anak-anak berusaha untuk
mengisi kekosongan itu.
Ø
Suami, kasihilah
roh istrimu, bertanggung jawab atas perkembangan iman dan kehidupan rohani.
Ø
Memimpin untuk
berdoa bersama, dengan demikian hubungan mereka dengan Tuhan dan perkembangan
iman akan dibina terus.
Ø
Membaca alkitab
bersama.
Ø
Memimpin istri
untuk melayani Tuhan bersama-sama,
Keluarga berencana
Seks itu kudus.
Tuhan semesta alam kudus (Yes
6:3). Kekudusan-Nya tidak terbatas. Demikian juga seks yang menjadi pengemban
tujuan penciptaan manusia adalah kudus dan suci adanya. Bukankah hanya melalui seks sajalah tujuan
perkawinan untuk beranak cucu dapat dicapai ?
Kekudusan seks itu mengandung
pengertian secra positif adalah sesuai dengan kehendak dan rancangan
Allah. Kekudusan seks hanya dapat
dipelihara bila diserahkan bulau-bulat kepada kehendak dan rancangan Allah,
sehingga melalui anugerah Kristus Yesus, kuasa Roh Kudus akan memampukan kita
untuk menjaga kekudusan seks.
Allah telah mengaruniakan seks
kepada manusia sesuai dengan rancangan-Nya waktu menciptakan manusia. Janganlah mempermainkan seks menurut dorongan
nafsu yang berdosa. Jagalah kesucianmu
sampai tiba saatnya Tuhan yang mengasihi engkau menyediakan pasangan hidup yang
abadi bagimu.
Keluarga berencana adalah bagian
dari perwujudan kasih suami kepada tubuh istrinya, meskipun ada kecenderungan
bahwa para suami menyerahkan masalah KB sepenuhnya kepada istri. Padahal seharusnya diperlukan pertukaran
pikiran yang luas mengenai KB dan metode mana yang sebaiknya dijalankan.
Alkitab mengajarkan bahwa buah
kandungan merupakan mahluk manusiawi, proses pembentukannya terjadi oleh tangan
Tuhan dan di bawah mata Allah (Yer 1:5).
Suami istri menjalankan KB bersama-sama dalam tanggung jawab kepada
Allah. Suami harus memperhatikan
istrinya yang lebih lemah (1 Petrus 3:7).
Suami dan istri bertanggung jawab atas kesejahteraan anak-anak (Efesus
6:4)
Beberapa
metode KB :
Ø Metode Simpto thermal, secara alamiah dengan
menghitung masa subur dan tidak subur.
Ø Metode kontrasepsi hormonal (dalam bentuk pil, susuk
dan injeksi)
Ø Metode intra utyerine Device (IUD, spiral)
No comments:
Post a Comment